Laporan Praktikum Boraks
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai
bahan pengawet merupakan faktor utama penyebab penggunaan boraks pada produk
makanan. Beberapa survei menunjukkan, alasan produsen menggunakan boraks
sebagai bahan pengawet karena daya awet dan mutu yang dihasilkan menjadi lebih
bagus, serta murah harganya, tanpa peduli bahaya yang dapat ditimbulkan.
Hal tersebut ditunjang oleh perilaku
konsumen yang cenderung membeli makanan berharga murah, tanpa mengindahkan
kualitas. Dengan demikian, penggunaan boraks pada produk makanan dianggap hal
biasa. Sulitnya membedakan produk yang dibuat dengan penambahan boraks juga
menjadi salah satu faktor pendorong perilaku konsumen tersebut.
Maraknya kasus zat pengawet pada produk
makanan seperti pada mie, tahu, dan ikan asin sungguh memprihatinkan. Dibalik
nikmatnya hidangan tersebut, zat kimia berbahaya ikut menyelinap masuk ke tubuh
kita. Namun kita sebagai konsumen sulit untuk menentukan apakah makanan yang
kita santap mengandung boraks atau tidak. Kandungan boraks hanya bisa diketahui
melalui uji laboratorium. Oleh karena itu praktikum ini perlu dilakukan untuk
mengetahui uji kandungan boraks pada beberapa produk pangan.
1.2
Tujuan
1. Mengetahui
cara penentuan kandungan boraks pada makanan.
2. Mengetahui ciri-ciri
makanan yanga mengandung boraks.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Boraks
Boraks
adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7).
berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan
asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik
dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993).
Senyawa-senyawa
asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut : jarak lebur
sekitar 171oC. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air
mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan dalam
air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat.
Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu
1000 C yang secara perlahan berubah menjad asam metaborat (HBO2).
Asam borat merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai
bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih
tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Khamid, 2006).
2.2
Karakteristik
Boraks
Boraks
atau Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37. Rumus molekul Na2B4O7.10H2O.
Pemeriannya berupa hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar di
udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Kelarutan
boraks yaitu larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan dalam
gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).
Natrium
tetraborat mengandung sejumlah Na2B4O7 yang
setara dengan tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % Na2B4O7.10H2O.
Larutan boraks bersifat basa terhadap fenolftalein, mudah larut dalan air
mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM 1995).
Gambar 1. Rumus Bangun
Boraks-anhidrat (NaB4O7)
2.3
Fungsi
Boraks
Baik
boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya
dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci
mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet
kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Asam
borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks.
Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai
boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan
salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada
bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu,
1994).
Meskipun
bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan.
Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso,
mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan
untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih
kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).
2.4
Macam-macam
Metode Uji Boraks
2.4.1 Uji Kualitatif
Beberapa uji kualitatif untuk boraks,
antara lain: reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada abu
sampel; reaksi kertas tumerik dan amonia dengan penambahan H2SO4
dan etanol; dan reaksi H2SO4 pada larutan sampel. Reaksi
dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah
diabukan dalam tanur akan menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar;
reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan
amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan menghasilkan warna merah
cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman (Balai Besar POM, 2007).
Pencelupan kertas tumerik ke dalam
larutan sampel yang bersifat asam. Jika terdapat Na2B4O7
atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah
menjadi hijau biru terang (Cahyadi, 2006). Pencelupan kertas tumerik ke dalam
larutan asam dari sampel menghasilkan coklat merah intensif ketika kertas
mengering, yang berubah menjadi hijau kehitaman jika diberi larutan amonia;
reaksi dengan penambahan H2SO4 dan etanol pada sampel,
akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar (Clarke, 2004).
Reaksi dengan H2SO4
dan metanol pada larutan sampel dalam akuades bebas CO2 akan
menghasilkan nyala hijau jika dibakar; dan penambahan phenolftalein ke dalam
larutan sampel dalam akuades bebas CO2 menghasilkan warna merah yang
hilang dengan penambahan 5ml gliserol (British Pharmacopoeia, 1988).
Reaksi dengan H2SO4 (P)
dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan menghasilkan nyala
berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam
metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan
menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman (
Modifikasi Balai Besar POM, 2007).
2.4.2
Uji Kuantitatif
Beberapa uji kuantitatif untuk boraks, yaitu:
metode titrimetri; titrasi asam basa; titrasi dengan penambahan manitol; dan metode
spektrofotometri. Penetapan kadar asam borat dalam pangan dengan metode
titrimetri, yaitu dengan titrasi menggunakan larutan standar NaOH dengan
penambahan gliserol akan menghasilkan warna merah muda yang mantap pada titik
akhir titrasi (Helrich, 1990).
Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan
titrasi asam basa dengan menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Penetapan
Kadar boraks dalam sampel dengan penambahan manitol dan indikator phenolftalein
dititrasi menggunakan larutan NaOH menghasilkan larutan merah muda pada titik
akhir titrasi (British Pharmacopoeia, 1988). Penetapan kadar boraks dengan
spektrofotometri, dengan mengukur serapan dari destilasi larutan sampel yang
diberi larutan kurkumin dan etanol menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum 542 nm (Zulharmita, 1995).
2.5
Karakteristik
Sampel
2.5.1 Tahu
Tahu merupakan produk kedelai
non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe,
kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal
dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada
zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff
dan Aoyagi 2001). Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa.
Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan
kacang kedelai kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong =
kuning). Hu/kwa itu artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua istilah
itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu adalah makanan yang terbuat dari
kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1999).
Tahu adalah suatu produk makanan berupa
padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycne species)
dengan prinsip pengendapan protein, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang
diizinkan (SNI 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu
adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian
yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan.
Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu
tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori
(Sarwono dan Saragih 2003). Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah
pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan.
Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik.
Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang
dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga
mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang
bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya.
Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua
golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami
gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Komposisi kimia pada tahu
dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional
Indonesia 01-3142-1998.
Komposisi
|
Satuan
|
Jumlah
|
Energi
|
Kal
|
68
|
Air
|
g
|
84.8
|
Protein
|
g
|
7.8
|
Lemak
|
g
|
4.6
|
Karbohidrat
|
g
|
1.6
|
Kalsium
|
mg
|
124.0
|
Fosfor
|
mg
|
63.0
|
Besi
|
mg
|
0.8
|
Vitamin B1
|
mg
|
0.06
|
Komposisi kimia dalam 100 g tahu (Direktorat Gizi Depkes RI
1981).
2.5.2
Lontong
Lontong adalah makanan khas
Indonesia yang terbuat dari beras dibungkus dalam daun pisang dan direbus dalam
air selama beberapa jam dan jika air habis dituangkan air lagi demikian
berulang samapi beberapa kali. Cara pembuatan lontong lebih mudah dari ketupat.
Karena direbus dalam daun pisang, lontong dapat berwarna hijau di luarnya,
sedangkan berwarna putih didalamnya. Lontong banyak ditemui diperbagai daerah
di Indonesia sebagai makanan alternative pengganti nasi putih. Walau juga
dibuat dari beras, lontong memiliki aroma yang khas.
2.5.3 Ikan Asin
Ikan sebagai bahan makanan yang
mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan
oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90 persen, dengan jaringan
pengikat sedikit sehigga mudah dicerna (Adawyah,2007). Ikan merupakan komoditi
ekspor yang mudah mengalami pembusukan dibandingkan produk daging, buah dan
sayuran. Pembusukan pada ikan terjadi karena beberapa kelemahan dari ikan yaitu
tubuh ikan mengandung kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral,
sehingga memudahkan tumbuhnya bakteri pembusuk, daging ikan mengandung asam
lemak tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi
sehingga seringkali menimbulkan bau tengik, jaringan ikat pada daging ikan
sangat sedikit sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme cepat
berkembang.
Oleh karena beberapa kelemahan tersebut,
para produsen melakukan penghambatan kebusukan dari ikan dengan membuat kondisi
lingkungan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat
ditekan pertumbuhannya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan proses
penggaraman dan pengeringan yang kemudian hasil produksinya disebut dengan ikan
asin. Ikan asin diproduksi dari bahan ikan segar atau ikan setengah basah yang
ditambahkan garam 15-20%. Walaupun kadar air didalam tubuh ikan masih tinggi
30-35 persen, namun ikan asin dapat disimpan agak lama karena penambahan garam
yang relatif tinggi tersebut. Untuk mendapatkan ikan asin berkualitas bahan
baku yang digunakan harus bermutu baik, garam yang digunakan biasanya garam
murni berwarna putih bersih. Garam ini mengandung kadar natrium chlorida (NaCl)
cukup tinggi, yaitu sekitar 95 %. Komponen yang biasa tercampur dalam garam
murni adalah MgCl2 (magnesium chlorida), CaCl2 (calsium
chlorida), MgSO4 (magnesium sulfat), CaSO4 ( calsium
sulfat), lumpur, dll. Jika garam yang digunakan Mg (magnesium) dan Ca (calsium)
akan menghambat proses penetrasi garam ke dalam daging ikan, akibatnya daging
ikan berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. Jika garam yang digunakan
mengandung Fe (besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan ikan asin berwarna
coklat kotor atau kuning (Djarijah, 1995).
2.5.4 Cilok
Pentol cilok adalah makanan ringan
yang menyerupai pentol dan terbuat dari tepung kanji, berasa gurih dan kenyal.
Awalnya makanan ini merupakan khas dari Jawa Barat, namun sekarang sudah mulai
merambah kedaerah lain. Cilok termasuk makanan jajanan. Makanan jajanan menurut
FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh
pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat tempat keramaian umum lain yang
langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.
Perlu diwaspadai akan kemananpangan dari pentol cilok tersebut,
karena biasanya pentolcilok dijual dalam keadaan terbuka dan dibiarkan
dalamwaktu yang lama, sehingga memungkinkan terjadinyacemaran oleh mikroba.
Cemaran oleh mikroba pada pentol cilok juga
di pengaruhi oleh sanitasi selama proses pengolahan serta higiene dari penjamah
makanan. Selain cemaran oleh mikroba, keamanan pangan pentol
cilok juga dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan,
kualitas dari bahan-bahan tersebut, penggunaan bahan tambahan makanan serta
keberadaan bahan berbahaya dalam pembuatan pentol cilok.
2.5.5 Mie Basah
Menurut
Astawan (1999), mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan
setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52 %
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar.
Zat
Gizi
|
Mie
Basah
|
Zat
Gizi
|
Mie
Basah
|
Energy
(kal)
|
86
|
Besi
|
0,8
|
Protein
(g)
|
0,6
|
Vitamin
A
|
-
|
Lemak
(g)
|
3,3
|
Vitamin
B1 (mg)
|
-
|
Karbohidrat
(g)
|
14
|
Vitamin
C (mg)
|
-
|
Kalsium
(mg)
|
13
|
Air
(mg)
|
80
|
Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g Bahan.
Menurut
Astawan (1999), mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi mempunyai
nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen
Perindustrian melalui SII 2046-90.
2.5.6 Bakso
Bakso
merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan maupun udang.
Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl),
tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30
gram per butir. Setelah Bakso memiliki tekstur kenyal seperti ciri spesifiknya,
kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan
yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya
(Widyaningsih, 2006).
BAB
3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.
Beakker Glass 500 ml
b. Beakker
Glass 50 ml
c. Spatula
Pengaduk
d. Cawan
Petri
e. Cawan
Porselin dan Mortar
f. Gelas
Ukur 10 ml
g. Tabung
Reaksi
h. Rak
Tabung Reaksi
i.
Sentrifugator
j.
Penangas Listrik
k. Keranjang
Plastik
3.1.2 Bahan
a.
Tahu
b. Lontong
c. Ikan
Asin
d. Cilok
e. Mie
Basah
f. Bakso
g. HCl
h. Reagent
A dan B
i.
Kertas Uji Boraks
j.
Air Mendidih
k. Tissue
l.
Label
3.2
Skema Kerja
3.2.1 Uji Boraks
BAB 4. HASIL PENGAMATAN
DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
a. Tanpa
Perendaman Air Panas
Sampel
|
Formalin
|
Boraks
|
||
Hasil Uji
|
Warna
|
Hasil Uji
|
Warna
|
|
Tahu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lontong
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Ikan Asin
|
+
|
++++
|
-
|
-
|
Cilok
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mie Basah
|
+
|
++
|
+
|
++++
|
Bakso
|
+
|
+++
|
-
|
-
|
b. Dengan
Perendaman Air Panas
Sampel
|
Formalin
|
Boraks
|
||
Hasil Uji
|
Warna
|
Hasil Uji
|
Warna
|
|
Tahu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lontong
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Ikan Asin
|
+
|
++++
|
-
|
-
|
Cilok
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mie Basah
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Bakso
|
+
|
++
|
-
|
-
|
Keterangan :
-
Formalin semakin +
semakin ungu
-
Boraks semakin +
semakin merah bata
-
Maksimal hingga 4+
3.2 Hasil Perhitungan
Dalam praktikum tidak dilakukan
perhitungan.
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1
Skema
Kerja dan Fungsi Perlakuan
Pada praktikum uji kandungan boraks, pertama disiapkan
sampel sebanyak 10 gram. Sampel yang digunakan yaitu tahu, lontong, ikan asin,
cilok, mie basah dan bakso. Sampel tersebut diberi dua perlakuan yang berbeda
yaitu dilakukan perendaman dengan menggunakan air panas dan tanpa perendaman
dengan menggunakan air panas. Perbedaan perlakuan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perendaman terhadap kandungan boraks dalam sampel.
Selanjutnya sampel dicincang dan dihaluskan menggunakan mortar dan alu agar
zat-zat yang terdapat dalam sampel bisa cepat larut atau mempermudah pelarutan.
Kemudian sampel tersebut ditambahkan 10
ml air mendidih. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pelarutan zat-zat yang
terdapat di dalam sampel.
Selanjutnya ditambahkan asam klorida (HCl) sebanyak
5 ml. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan boraks dan mempermudah
identifikasi, sehingga apabila pada sampel mengandung boraks maka akan lebih
larut. Selain itu juga ditambahkan 4 tetes reagent cair. Reagent cair ini
berfungsi sebagai pereaksi. Setelah dilakukan pencampuran bahan-bahan tersebut,
maka dicelupkan kertas uji sampai terendam sebagain. Kertas uji tersebut digunakan
sebagai indikator untuk menentukan ada atau tidaknya kandungan boraks pada
sampel. Kemudian kertas uji dikering anginkan agar cepat terjadi reaksi
perubahan warna. Terakhir adalah dilakukan pengamatan perubahan warna yang
terjadi pada kertas uji. Apabila kertas uji warnanya berubah menjadi warna
merah maka sampel yang diuji positif mengandung boraks.
5.2
Analisis
Data
Berdasarkan data
pengamatan, dapat diketahui bahwa diantara sampel yang digunakan yaitu tahu,
lontong, ikan asin, cilok, mie basah dan bakso hanya pada mie basah yang
positif mengandung boraks yaitu pada perlakuan tanpa perendaman.
Pada perlakuan tanpa perendaman, setelah
dilakukan pengujian sampel mie basah menunjukkan terjadinya perubahan warna
pada kertas uji yakni menjadi merah. Hal ini menunjukkan bahwa mie basah
tersebut positif mengandung boraks. Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan
air panas menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang mengandung boraks.
Pada perlakuan
perendaman dengan menggunakan air panas, sampel mie basah tidak menunjukkan
adanya kandungan formalinnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa proses perendaman
menggunakan air panas mempengaruhi kandungan boraks, yaitu dapat menurunkan
kandungan boraksnya.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari
praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a.
Pada uji boraks sampel
yang positif mengandung boraks setelah di uji akan berwarna merah bata.
b.
Sampel mie basah
positif mengandung boraks pada perlakuan tanpa perendaman.
c.
Pada perlakuan
perendaman dengan air panas menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang mengandung
boraks.
d.
Proses perendaman
menggunakan air panas mempengaruhi kandungan boraks, yaitu dapat menurunkan
kandungan boraksnya.
6.2 Saran
Sebaiknya
praktikan tidak gaduh pada saat meakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan
dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Astawan,
M. 1999. Membuat mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
Balai Besar POM. 2007. Instruksi
kerja : Identifikasi Boraks Dalam Makanan. Medan.
British Pharmacopoeia. 1988. British
Pharmacopoeia, Volume I & II. London: Medicines and Healthcare Products
Regulatory Agency (MHRA). Page 4788.
BSNI. 1998. SNI 01-3142-1998 : Syarat Mutu Tahu. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional Indonesia.
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan
Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Clarke, E. G. C., Moffat, A. C.,
Osselton, M. D., Widdop, B. 2004. Clarke’s
Analysis of Drugs and Poisons. London : Pharmaceutical Press.
Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan : Jakarta.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan ikan alami . Yogyakarta : Kanisius.
Helrich, K.C., (ed), 1990,
Official Methods of Analysis Association of Official Analytical Chemist (AOAC)
15th Ed., 780-781, Association of Official Analytical Chemicts Inc, USA.
Kastyanto, F.W.1999. Membuat Tahu. Jakarta : Penebaran
Swadaya.
Khamid, 1993. Bahaya Boraks Bagi
Kesehatan. Jakarta : Penerbit Kompas
Khamid,
I.R. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Kompas.
Sarwono,S dan Saragih Y.P.2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya.
Shurtleff W, Aoyagi A. 2001. Tofu
and Soymilk Producton, The Book of Tofu Vol II. Lafayete: Soyinfo Center.
United
State Pharmacopeia. 1990. USP 29-NF 24. Rockville.
Vepriati,N. 2007. Surveilans
Bahan Berbahaya pada Makanan di Kabupaten Kulon Progo. Kulon Progo :
Dinkes Kulon Progo.
Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S.
2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.
Surabaya : Trubus Agriarana.
Winarno F.G, Rahayu TS.
1994. Bahan Tambahan
Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar.
Zulharmita A. 1995. Kandungan
Boraks pada Makanan Jenis Mie yang Beredar di Kotamadya Padang :
Cermin Dunia Kedokteran. Padang Universitas Andalas.
Super lengkap blog nya :) makasi banyak
BalasHapusTerima kasih😊
BalasHapusSangat membantu. Terima kasih'-'
BalasHapus