Laporan Formalin
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah satu produk makanan seperti mie
basah memiiki kadar air yang tergolong tinggi sehingga daya awetnya rendah.
Penyimpanan mie basah pada suhu kamar selama 40 jam menyebabkan tumbuhnya
kapang. Untuk itu, dalam pembuatan mie basah diperlukan bahan pengawet agar mie
bisa bertahan lebih lama.
Mungkin karena faktor ketidaktahuan
banyak produsen yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Selain memberikan
daya awet, bahan tersebut juga murah harganya dan dapat memperbaiki kualitas
produk makanan. Menurut beberapa produsen, penggunaan formalin pada produk
makanan akan menghasilkan produk yang lebih awet, yaitu dapat disimpan hingga 4
hari.
Menurut Winarno dan Rahayu (1994),
pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia.
Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai
muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan
peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan
konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah
darah) yang berakhir dengan kematian injeksi formalin dengan dosis 100 gram
dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam. Oleh karena itu perlu diakukan
praktikum tentang uji formalin pada beberapa produk makanan.
1.2
Tujuan
1. Mengetahui
cara mengidentifikasi formalin dalam bahan pangan dan makanan.
2. Mengetahui
ciri-ciri makanan yang mengandung formalin.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Formalin
Formalin
adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Didalam formalin
mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol
hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama
(desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin
adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane,
Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan
Formalith ( Astawan, 2006 ).
2.2
Karakteristik
Formalin
Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan
Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan
distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif,
dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh
membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Menurut Hart (1983), formalin adalah
larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam larutan
formalin terkandung 30-50% gas formaldehid dan ditambahkan metanol sebanyak
10-15% untuk mencegah terjadinya polimerisasi formaldehid.
Formaldehid merupakan bentuk aldehid
yang paling sederhana. Formaldehid bersifat mudah terbakar, berbau tajam, tidak
berwarna, dan mudah dipolimerisasi pada suhu ruang. Formadehid bersifat larut
di dalam air, aseton, benzene, dietil eter, kloroform, dan etanol (IARC, 1982).
Pada suhu 150ºC, formaldehid mudah
terdekomposisi menjadi metanol dan karbonmonoksida. Formaldehid mudah
dioksidasi oleh oksigen di atmosfer membentuk asam format, yang kemudian diubah
menjadi karbondioksida oleh sinar matahari (WHO, 2002). Karakteristik fisiko
kimia formaldehid menurut
WHO (2002) :
Nama
|
Formaldehid,metanal, metil aldehid,
metilen oksida
|
Struktur
|
|
Rumus
kimia
|
H2CO
|
Berat
molekul
|
30.03
|
Titik
leleh
|
-118 to -92 ºC
|
Titik
didih
|
-21 to -19 ºC
|
Triple
point
|
155.1 K (-118.0 ºC)
|
Densitas
|
1.13 x 103 kg/m3
|
Tekanan
Uap
|
(Pa, 25ºC) 516000
|
Kelarutan
|
(mg/liter, 25ºC) 400000 - 550000
|
Faktor
konversi
|
1 ppm = 1.2 mg/m3
|
2.3
Fungsi
Formalin
Penggunaan
formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai
pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga
lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan
peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk
parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk
sumur minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis
(playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 % ) digunakan sebagai
pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat
sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet ( Astawan, 2006 ).
2.4
Macam-macam
Metode Uji Formalin
2.4.1 Uji kualitatif
a. Dengan
Fenilhidrazina
Menimbang seksama 10 gram sampel
kemudian memotong kecil-kecil, dan memasukkan ke dalam labu destilat,
menambahkan aquadest 100 ml kedalam labu destilat, mendestilasi dan menampung
filtrat dengan menggunakan labu ukur 50 ml. Mengambil 2-3 tetes hasil destilat
sampel, menambahkan 2 tetes Fenilhidrazina hidroklorida, 1 tetes kalium
heksasianoferat (III), dan 5 tetes HCl. Jika terjadi perubahan warna merah
terang (positif formalin) (Ditjen POM, 1979).
b.
Dengan asam kromatofat
Mencampurkan 10 gram sampel dengan 50 ml
air dengan cara menggerusnya dalma lumpang. Campuran dipindahkan ke dalam labu
destilat dan diasamkan dengan H3PO4. Labu destilat
dihubungkan dengan pendingin dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung.
Larutan pereaksi Asam kromatofat 0,5%
dalam H2SO4 60% (asam 1,8 dihidroksinaftalen 3,6 disulfonat)
sebanyak 5 ml dimasukkan dlam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan hasil
destilasi sambil diaduk. Tabung reaksi dimasukkan dalam penagas air yang
mendidih selam 15 menit dan amati perubahan warna yang terjadi. Adanya HCHO
ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (Cahyadi, 2008).
c.
Dengan Larutan Schiff
Menimbang 10 gram sampel dan dipotong
potong kemudian dimasukkan kedalam labu destilat, ditambahkan 50 ml air,
kemudian diasamkan dengan 1 ml H3PO4. Labu destilat
dihubungkan dengan pendingin dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung labu
ukur 50 ml. Diambil 1 ml hasil destilat dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml H2SO4
1:1 (H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan 1
ml larutan schiff, jika terbentuk warna ungu maka positif formalin.
4.2.2 Uji Kuantitatif
a. Dengan metode
Asidialkalimetri
Dipipet 10,0 ml hasil destilat
dipindahkan ke erlenmeyer, kemudian ditambah dengan campuran 25 ml hidrogen
peroksida encer P dan 50 ml natrium hidroksida 0,1 N. Kemudian dipanaskan di
atas penangas air hingga pembuihan berhenti, dan dititrasi dengan asam klorida
0,1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein P. Dilakukan penetapan blanko,
dipipet 50,0 ml NaOH 0,1 N, ditambah 2-3 tetes indikator fenolftalein,
dititrasi dengan HCl 0,1 N. Dimana 1 ml natrium hidroksida 0,1 N ~ 3,003 mg
HCHO (Ditjen
POM, 1979).
b.
Dengan metode Spektrofotometri
1. Asam Kromatofat
Dibuat larutan baku induk dari
konsentrasi 1000 ppm dari formalin 37 %, kemudian diencerkan dalam labu takar
100 ml dengan aquadest sampai tanda batas, kemudian larutan tersebut dibuat
larutan baku standar. Larutan pereaksi asam kromatofat 5 ml dimasukkan kedalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml larutan standar formalin sambil diaduk
tabung reaksi ditangas selam 15 menit dalam penangas air yang mendidih, angkat
dan didinginkan. Penetapan kadar formalin sampel, mencampurkan 10 g sampel
dengan 50 ml aquadest dengan cara menggerusnya didalam lumpang. Kemudian
didestilat dan diasamkan dengan H3PO4, ditampung dengan labu ukur 50 ml.
Ditambahkan 5 ml asam kromatofat. Kemudian diukur absorbansi sampel dan standar
dengan panjang gelombang 560 nm dan dihitung kadar formalinnya (Cahyadi, 2008).
2. Larutan Schiff
Diambil 5,0 ml hasil destilat kemudian
ditambahkan ditambahkan 1 ml H2SO4 1:1 (H2SO4
pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan 1,0 ml larutan schift. Dibaca
dengan spektrofotometri. Dibuat juga blanko serta baku seri. Dengan dicari
panjang gelombang optimum, lama waktu kestabilan pada spektrofotometer, dan
kurva baku standar formalin.
2.5
Karakteristik
Sampel
2.5.1 Tahu
Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi
yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco.
Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina.
Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan
Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi 2001).
Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa.
Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan
kacang kedelai kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong =
kuning). Hu/kwa itu artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua istilah
itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu adalah makanan yang terbuat dari
kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1999).
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan
lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycne species)
dengan prinsip pengendapan protein, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang
diizinkan (SNI 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu
adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian
yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan.
Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu
putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono
dan Saragih 2003). Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada
proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan.
Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu
mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang
dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga
mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang
bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya.
Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua
golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami
gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi 2001)..
Komposisi
|
Satuan
|
Jumlah
|
Energi
|
Kal
|
68
|
Air
|
g
|
84.8
|
Protein
|
g
|
7.8
|
Lemak
|
g
|
4.6
|
Karbohidrat
|
g
|
1.6
|
Kalsium
|
mg
|
124.0
|
Fosfor
|
mg
|
63.0
|
Besi
|
mg
|
0.8
|
Vitamin B1
|
mg
|
0.06
|
Komposisi
kimia dalam 100 g tahu (Direktorat Gizi Depkes RI 1981)
2.5.2
Lontong
Lontong adalah makanan khas
Indonesia yang terbuat dari beras dibungkus dalam daun pisang dan direbus dalam
air selama beberapa jam dan jika air habis dituangkan air lagi demikian
berulang samapi beberapa kali. Cara pembuatan lontong lebih mudah dari ketupat.
Karena direbus dalam daun pisang, lontong dapat berwarna hijau di luarnya,
sedangkan berwarna putih didalamnya. Lontong banyak ditemui diperbagai daerah
di Indonesia sebagai makanan alternative pengganti nasi putih. Walau juga
dibuat dari beras, lontong memiliki aroma yang khas.
2.5.3 Ikan Asin
Ikan sebagai bahan makanan yang
mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan
oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90 persen, dengan jaringan
pengikat sedikit sehigga mudah dicerna (Adawyah, Rabiatul, 2007). Ikan
merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami pembusukan dibandingkan produk
daging, buah dan sayuran. Pembusukan pada ikan terjadi karena beberapa
kelemahan dari ikan yaitu tubuh ikan mengandung kadar air tinggi (80%) dan pH
tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan tumbuhnya bakteri pembusuk, daging
ikan mengandung asam lemak tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah
mengalami proses oksidasi sehingga seringkali menimbulkan bau tengik, jaringan
ikat pada daging ikan sangat sedikit sehingga cepat menjadi lunak dan
mikroorganisme cepat berkembang.
Oleh karena beberapa kelemahan tersebut,
para produsen melakukan penghambatan kebusukan dari ikan dengan membuat kondisi
lingkungan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat
ditekan pertumbuhannya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan proses
penggaraman dan pengeringan yang kemudian hasil produksinya disebut dengan ikan
asin. Ikan asin diproduksi dari bahan ikan segar atau ikan setengah basah yang
ditambahkan garam 15-20%. Walaupun kadar air didalam tubuh ikan masih tinggi
30-35 persen, namun ikan asin dapat disimpan agak lama karena penambahan garam
yang relatif tinggi tersebut. Untuk mendapatkan ikan asin berkualitas bahan
baku yang digunakan harus bermutu baik, garam yang digunakan biasanya garam
murni berwarna putih bersih. Garam ini mengandung kadar natrium chlorida (NaCl)
cukup tinggi, yaitu sekitar 95 %. Komponen yang biasa tercampur dalam garam
murni adalah MgCl2 (magnesium chlorida), CaCl2 (calsium
chlorida), MgSO4 (magnesium sulfat), CaSO4 ( calsium
sulfat), lumpur, dll. Jika garam yang digunakan Mg (magnesium) dan Ca (calsium)
akan menghambat proses penetrasi garam ke dalam daging ikan, akibatnya daging
ikan berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. Jika garam yang digunakan
mengandung Fe (besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan ikan asin berwarna
coklat kotor atau kuning (Djarijah, 1995).
2.5.4 Cilok
Pentol cilok adalah makanan ringan
yang menyerupai pentol dan terbuat dari tepung kanji, berasa gurih dan kenyal.
Awalnya makanan ini merupakan khas dari Jawa Barat, namun sekarang sudah mulai
merambah kedaerah lain. Cilok termasuk makanan jajanan. Makanan jajanan menurut
FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh
pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat tempat keramaian umum lain yang
langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.
Perlu diwaspadai akan kemananpangan dari pentol cilok tersebut,
karena biasanya pentol cilok dijual dalam keadaan terbuka dan dibiarkan
dalamwaktu yang lama, sehingga memungkinkan terjadinya cemaran oleh mikroba.
Cemaran oleh mikroba pada pentol cilok juga
dipengaruhi oleh sanitasi selama proses pengolahan serta higiene dari penjamah
makanan. Selain cemaran oleh mikroba, keamanan pangan pentol
cilok juga dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan,
kualitas dari bahan-bahan tersebut, penggunaan bahan tambahan makanan serta
keberadaan bahan berbahaya dalam pembuatan pentol cilok.
2.5.5
Mie Basah
Menurut
Astawan (1999), mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan
setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52 %
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar.
Zat
Gizi
|
Mie
Basah
|
Zat
Gizi
|
Mie
Basah
|
Energy
(kal)
|
86
|
Besi
|
0,8
|
Protein
(g)
|
0,6
|
Vitamin
A
|
-
|
Lemak
(g)
|
3,3
|
Vitamin
B1 (mg)
|
-
|
Karbohidrat
(g)
|
14
|
Vitamin
C (mg)
|
-
|
Kalsium
(mg)
|
13
|
Air
(mg)
|
80
|
Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g Bahan
Menurut Astawan, (1999), mie basah yang
baik adalah mie yang secara kimiawi mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Perindustrian melalui SII 2046-90.
2.5.6 Bakso
Bakso
merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan maupun udang.
Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl),
tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30
gr per butir. Setelah Bakso memiliki tekstur kenyal seperti ciri spesifiknya,
kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan
yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya
(Widyaningsih, 2006).
BAB
3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.
Beakker Glass 500 ml
b. Beakker
Glass 50 ml
c. Spatula
Pengaduk
d. Cawan
Petri
e. Cawan
Porselin dan Mortar
f. Gelas
Ukur 10 ml
g. Tabung
Reaksi
h. Rak
Tabung Reaksi
i.
Sentrifugator
j.
Penangas Listrik
k. Keranjang
Plastik
l.
Sendok Plastik
3.1.2 Bahan
a.
Tahu
b. Lontong
c. Ikan
Asin
d. Cilok
e. Mie
Basah
f. Bakso
g. HCl
h. Cairan
Reagent
i.
Air Mendidih
j.
Tissue
k.
Label
3.2
Skema Kerja
3.2.1 Uji
Formalin
10 gram Sampel
|
Cincang dan Haluskan
|
20 ml Air Mendidih
|
(+) Jika warna Berubah menjadi Ungu
|
Tunggu sampai Dingin
|
Ambil Filtratnya
|
+ 4 Tetes Reagen A dan B
|
Ambil Filtratnya
|
Kocok dan Amati
|
BAB 4. HASIL PENGAMATAN
DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
a. Tanpa
Perendaman Air Panas
Sampel
|
Formalin
|
Boraks
|
||
Hasil Uji
|
Warna
|
Hasil Uji
|
Warna
|
|
Tahu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lontong
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Ikan Asin
|
+
|
++++
|
-
|
-
|
Cilok
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mie Basah
|
+
|
++
|
+
|
++++
|
Bakso
|
+
|
+++
|
-
|
-
|
b. Dengan
Perendaman Air Panas
Sampel
|
Formalin
|
Boraks
|
||
Hasil Uji
|
Warna
|
Hasil Uji
|
Warna
|
|
Tahu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lontong
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Ikan Asin
|
+
|
++++
|
-
|
-
|
Cilok
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mie Basah
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Bakso
|
+
|
++
|
-
|
-
|
Keterangan :
-
Formalin semakin +
semakin ungu
-
Boraks semakin +
semakin merah bata
-
Maksimal hingga 4+
3.2 Hasil Perhitungan
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1
Skema
Kerja dan Fungsi Perlakuan
Pada praktikum uji kandungan formalin sampel yang
digunakan adalah tahu, lontong, ikan
asin, cilok, mie basah dan bakso. Pertama sampel tersebut disiapkan sebanyak 10
gram. Kemudian diberikan dua perlakuan yang berbeda pada sampel tersebut yaitu
dilakukan perendaman dan tanpa perendaman. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perendaman terhadap kandungan formalin dalam sampel. Kemudian sampel
dicincang dan dihaluskan supaya pelarutan zat-zat yang terdapat dalam sampel
menjadi lebih mudah. Selanjutnya ditambahkan 20 ml air mendidih. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah pelarutan zat-zat yang terdapat di dalam sampel
karena pengaruh suhu tinggi yang dapat mepercepat laju reaksi.
Setelah itu ditunggu
sampai campuran tersebut dingin supaya kandungan dalam sampel benar-benar
bereaksi dengan air. Selanjutnya diambil
filtratnya kemudian ditetesi dengan 4 tetes reagen A dan reagen B. Reagen ini
berfungsi sebagai peraksi agar dapat
terjadi perubahan warna pada larutan sampel untuk menunjukkan ada atau tidaknya
kandungan formalin pada sampel. Selanjutnya, dilakukan pengocokan menggunakan
vortex untuk menghomogenkan larutan. kemudian ditunggu 5 sampai 10 menit agar
reaksi yang terjadi dalam larutan lebih optimal. Terakhir adalah dilakukan pengamatan
terhadap perubahan warna pada larutan tersebut. Apabila larutan berubah menjadi
ungu maka dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut positif mengandung formalin.
5.2
Analisis
Data
Berdasarkan data
pengamatan, dapat diketahui bahwa pada perlakuan tanpa perendaman, sampel yang
hasil ujinya terbukti positif mengandung formalin adalah ikan asin, mie basah
dan bakso. Setelah dilakukan pengujian dan pengamatan warna, sampel ikan asin
memiliki warna yang paling ungu, kemudian bakso agak ungu dan mie basah sedikit
ungu. Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel ikan asin memiliki kandungan
formalin yang paling banyak, karena semakin berwarna ungu maka kandungan
formalin pada sampel tersebut semakin banyak.
Sedangkan pada
perlakuan perendaman dengan air panas menunjukkan bahwa sampel yang positif mengandung
formalin adalah ikan asin dan bakso. Setelah dilakukan pengujian sampel ikan
asin memiliki warna yang paling ungu dan pada sampel bakso agak ungu. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel ikan asin memiliki kandungan formalin yang paling
banyak, karena semakin berwarna ungu maka kandungan formalin dalam sampel
tersebut semakin banyak. Pada perlakuan perendaman dengan air panas, sampel mie
basah tidak terdeteksi kandungan formalinnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses
perendaman menggunakan air panas dapat mempengaruhi kandungan formalin, yaitu
dapat menurunkan kandungan formalinnya.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari
praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a.
Sampel yang positif
mengandung formalin akan berwarna ungu setelah di uji.
b.
Pada perlakuan tanpa
perendaman, sampel yang hasil ujinya terbukti mengandung formalin adalah ikan
asin, mie basah dan bakso.
c.
Sampel ikan asin
memiliki warna yang paling ungu pada kedua perlakuan yakni tanpa perendaman dan
dengan perendaman.
d.
Pada perlakuan
perendaman dengan air panas diketahui bahwa sampel yang positif mengandung
formalin adalah ikan asin dan bakso.
e.
Pada perlakuan
perendaman dengan air panas sampel mie basah tidak terdetksi kandungan
formalinnya.
f. Proses
perendaman menggunakan air panas dapat mempengaruhi kandungan formalin, yaitu
dapat menurunkan kandungan formalinnya.
6.2 Saran
Sebaiknya
praktikan tidak gaduh pada saat melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan
dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Astawan ,M.
1999. Membuat mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
Astawan,
M., 2006. Membuat Mie dan Bihun.
Jakarta : Penebar Swadaya.
BSNI. 1998. SNI 01-3142-1998 : Syarat Mutu Tahu. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional Indonesia.
Cahyadi,
W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta :
Penerbit Bumi Aksara.
Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan: Jakarta
Ditjen
POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta : Depertemen
Kesehatan RI.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan ikan alami . Yogyakarta : Kanisius
Harmita,APT.
2006. Analisis Fisikokimia. Jakarta :UI Press.
Hart H. 1983. Kimia Organik. Suminar Achmadi (penerjemah). Jakarta : Erlangga.
International Agency for Research
on Cancer (IARC). 1982. Some Industrials
Chemicals and Drystuffs. IARC Monograph.
Kastyanto, F.W.1999. Membuat Tahu. Jakarta : Penebaran
Swadaya.
Sarwono,S dan Saragih Y.P.2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Shurtleff
W, Aoyagi A. 2001. Tofu and Soymilk Producton, The Book of Tofu Vol II. Lafayete:
Soyinfo Center.
Widyaningsih,
D.T., Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk pangan. Surabaya : Trubus
Agriarana.
Winarno
F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
World Health Organization (WHO).
2002. Formaldehyde. Concise
International Chemical Assessment Document 40. Geneva.
Kak, tau perhitungannya kadar boraks sama formalin ngga? Tolongin kak, penting
BalasHapusKak, tau perhitungannya kadar boraks sama formalin ngga? Tolongin kak, penting
BalasHapus